Oleh: Suprih Kiswiji, S.Pd.
Dok. Dinas Arsip dan Perpustakaan Kab. Kendal |
Saya dilahirkan di Kendal, sebuah kota kecil di wilayah pantai utara Jawa Tengah. Kota kabupaten yang dikenal dengan sejarah Tumenggung Bahurekso yang merupakan Bupati Kendal yang pertama.
Beberapa puluh tahun yang lalu kota Kendal masih terasa sepi dan nyaman. Saya berangkat sekolah dengam naik sepeda atau berjalan kaki bersama teman-teman. Di sepanjang Jalan Pemuda dan juga jalan raya masih banyak pohon asam yang rindang dan bisa berfungsi sebagai tempat untuk meneduh dari panas matahari dan basah hujan. Pohonnya yang besar dan daun serta buah yang lebat menjadi sasaran dari para pejalan kaki yang lewat. Biasanya seusai pulang sekolah bersama teman-teman, aku mencari buah asam matang yang jatuh. Tentu saja itu sangat mengasyikkan.
Jalanan masih lengang dan belum banyak kendaraan yang lewat. Transportasi saat itu masih didominasi transportasi tradisional seperti sepeda, becak, dan andong. Motor, dan juga kendaraan besar seperti bus atau truk yang masih sangat jarang. Apabila ingin bepergian ke Semarang, ada bus ataupun colt. Saat itu Semarang merupakan kota besar yang sering dikunjungi untuk tempat berbelanja ataupun berwisata. Transportasi yang sangat ditunggu bila hendak ke Semarang yaitu bus Coyo yang rutenya dari Pekalongan langsung ke Semarang. Di Kendal juga sudah ada bus pintu dua, Curug Sewu namanya, tapi tidak sebesar bus Coyo. Saat itu pun rute Kendal-Semarang masih Rp.300.-, kemudian naik menjadi Rp. 500,- Masih terjangkau. Kalau sekarang tentu sudah sangat berbeda.
Di tengah-tengah kota Kendal mengalir Kali Kendal yang membelah kota Kendal. Debit airnya bila banjir pasti meluap dan airnya deras berwarna kecoklatan. Di tengah kota Kendal juga ada masjid yang dibangun para wali seperti Wali Hadi dan Wali Joko. Pengunjung banyak yang berziarah di makam para wali tersebut.
Kali Kendal meskipun sungainya tidak begitu besar tapi saat itu bahkan masih dipakai perahu-perahu nelayan untuk bersandar. Agak ke timur ada alun-alun Kendal yang merupakan tempat bagi masyarakat Kendal untuk sekedar bersantai dengan teman atau keluarga. Dari situ terlihat kantor Kabupaten Kendal yang berdiri megah dan luas dengan Bupati sebagai Kepala pemerintahan kota dalam melaksanakan tugasnya. Di depan alun-alun Kendal, di seberang jalan tampak pohon beringin besar yang teduh. Di sekitarnya masih ada lapangan tenis serta bangunan sekolah juga. Termasuk salah satunya bangunan bersejarah peninggalan Belanda, seperti SMP 1 Kendal dan juga gedung DPRD serta Sasana Budaya, yang dulunya adalah gedung bioskop, tetapi kemudian beralih fungsi menjadi tempat olah raga dan kegiatan lain .
Bagi warga Kendal, tentu juga tidak asing dengan Kendal Permai, bangunan toko dan tempat berdagang di samping Kantor Lembaga Pemasyarakatan. Kendal Permai ini tidak terlalu luas tetapi saat itu merupakan tempat jajanan dan cindera mata yang menarik di kota ini. Lokasinya di samping alun-alun. Pengunjung bisa menikmati jajanan di Kendal Permai sambil duduk-duduk santai menyaksikan aktivitas di depannya.
Di depan alun-alun merupakan jalan raya pantura, jalur yang dilewati kendaraan dari arah Jakarta ke wilayah Semarang dan sekitarnya. Kota Kendal juga dikenal sebagai daerah langganan banjir. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali kebanjiran. Masa itu bila kebanjiran seringnya masuk rumah sehingga akhirnya para warga mengungsi ke rumah tetangga yang tidak kebanjiran. Tak jarang itu berlangsung beberapa hari. Jika memang tidak ada rumah tetangga yang kering dari genangan air, alternatifnya adalah mengungsi di lokasi Kantor Kawedanan Kendal atau SD.
Sarana hiburan warga saat itu adalah televisi dan radio, meskipun kadang juga ada pertunjukan kesenian rakyat. Televisi merupakan barang yang sangat berharga dan mahal karena masih banyak yang belum punya. Satu kampung yang punya TV paling 1 atau 2 orang saja. Dan ini menarik karena orang yang punya televisi pasti akan kedatangan tetangga sekitar datang serombongan untuk nonton TV bahkan hampir setiap malam.
Acara yang paling ditunggu, yaitu Aneka Ria Safari, yakni acara musik, dan acara lawak Srimulat dan wayang ataupun kethoprak. Channel nya hanya satu, yaitu TVRI nasional. Meskipun hanya satu channel tapi sudah sangat menghibur. Situasinya tampak seru karena nontonnya ramai-ramai.
Di kantor Perhutani juga disediakan TV. Karena listrik masih terbatas, TV-nya saat itu masih menggunakan energi accu. Apabila accu-nya habis, maka perlu dilakukan isi ulang sehingga nantinya bisa lagi digunakan untuk menyetel TV. Sedang untuk penerangan di rumah masih memakai lampu petromak.
Selain bioskop, ada juga hiburan untuk masyarakat yaitu layar tancap yang lokasi pemutarannya di alun-alun Kendal, dengan penyelenggaranya kantor BKKBN. Filmnya tentang keluarga berencana, film edukasi dan ringan sehingga bisa ditonton oleh semua kalangan. Nontonnya di lapangan rumput, sambil bawa tikar dan makan camilan .
Mungkin bagi yang belum tahu tentang Kendal di zaman dahulu akan sedikit terheran-heran mendengar kisah atau ceritanya. Di mana kondisi saat itu masih asri, nyaman, udara masih sejuk, jalanan masih cukup sepi, hidup juga masih sederhana.
Alat komunikasi sudah ada yaitu telepon rumah yang sudah tergolong mewah karena sedikit sekali yang punya. Saat itu belum ada ponsel, alat komunikasi yang digunakan selain telepon rumah yaitu surat menyurat dengan perangko, kirim uang dengan wesel, mau kirim berita kilat memakai telegram, bila hari Raya Idul Fitri masih berkirim ucapan selamat hari raya memakai kartu bergambar warna warni, dan saling bersilaturahmi ke rumah tetangga. Hubungan persaudaraan juga masih erat.
Sekarang, kota Kendal mengalami kemajuan yang cukup pesat. Jumlah penduduk yang terus bertambah, ditunjang dengan pembangunan sarana pendidikan, perkantoran, pabrik, jalan raya dan tempat perdagangan.Waktu mengubah wajah kotaku Kendal, sekarang sudah tidak seperti dahulu lagi. Tapi ya memang harus begitu, berkembang seiring waktu. Apa lagi saat ini sudah memasuki tahun 2025, bukan tahun 1970 atau 1980 an lagi ….
Kendal, 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar